Kadang Kita Hanya perlu sedikit Memahami

foto hanya pemanis
sumber ; dokumentasi pendirian forum ipps

Prioritas masing-masing orang berbeda. Ada yang sibuk menyiapkan masa depan atau bahkan sibuk menata hati. Sayangnya seringkali manusia hanya melihat dari kacamatanya sendiri. Akan tetapi, bukankah memang semua yang kita lihat di dunia ini adalah buah dari sudut pandangan kita sendiri?

Ada banyak manusia di dunia ini yang sangat pandai menutupi kehidupannya meskipun banyak pula yang cenderung membuka ruang privasi dengan mengumbar di media sosial. Kita mungkin salah satu orang yang masuk pada kategori pertama. Berusaha menutup rapat-rapat rahasia hati, berusaha membahagiakan orang lain, selalu menjaga perasaan sesama, namun tidak pernah merasa dihargai. Sesederhana, semacam kondisi di mana teman yang menjadi lawan bicara kita tidak menyadari bahwa mungkin kata-katanya sudah melukaimu secara tidak langsung.

Manusia selalu menjadi sosok yang penuh rasa penasaran. Pun merasa paling benar. Tidak percaya? Sudah berapa banyak kekerasan yang terjadi di muka bumi hanya karena manusia-manusia saling “berebut benar”. Jika semua manusia mengalah atau “berebut salah” seharusnya tidak ada peperangan, kekerasan, penjarahan, pembunuhan, dan penjara tidak akan pernah penuh.

Kita seringkali tidak menyadari bahwa jangan-jangan tugas kita sebagai pemimpin di muka bumi, belum tercapai. Pencapaian yang berupa senang berbagi dengan orang lain tidak menjamin bahwa kita telah menjadi sebaik-baik makhluk, atau minimal sebaik-baik teman bagi teman sebelah kita. Teman sebelah kita bisa jadi teman yang tepat duduk di samping kita saat membaca tulisan ini, bisa jadi tetangga kamar, bisa jadi teman satu kelas, atau teman yang baru saja kita ajak komunikasi di media sosial.

Mengira bahwa apa yang kita lakukan sepanjang hari cukup untuk menjadi pundi amal di akhir zaman, kita seringkali lupa mengingat kesalahan apa yang mungkin kita perbuat sepanjang hari, sebelum kita mematikan lampu untuk tidur. Karena jangan-jangan setelah lelap, raga kita tak pernah bangun lagi. Jangan-jangan ada hati yang pilu yang tergores karena kata-kata kita siang tadi. Papasan dengan teman yang tidak disengaja, tanpa sadar membuat kita menyapa dengan melontarkan lelucon yang mungkin membuatnya tidak nyaman. Siapa tahu bahwa kata-kata kita menghantui pikirannya sepanjang hari? Siapa tahu bahwa mungkin esok hari kita tidak akan bertemu dengannya lagi sekadar meminta maaf. Bisa jadi “hadiah” terakhir yang kita berikan berupa goresan di hatinya karena sikap dan ucap kita yang kurang berkenan.

Aku mengerti bahwa banyak teman tidak suka dengan orang yang sensitif. Sedikit-sedikit sedih, kecewa, atau terbawa perasaan. Akan tetapi, bukanlah itulah uniknya manusia? Tuhan menciptakan kita berbeda bukan tanpa alasan. Jika semua manusia sama, bagaimana kita belajar sabar dan toleransi? Jika semua teman sama-sama pandai, mana mungkin kita mau belajar dan berlomba-lomba menjadi yang terbaik toh semua mata pelajaran dapat kita cerna dengan baik?

Sekali-kali mari memahami bahwa hati manusia tidak selalu kuat. Sekali-kali mari merenung bahwa tidak semua manusia bermental tangguh seperti kita, seperti kamu, atau seperti aku. Sekali-kali mari memahami bahwa ada hati yang begitu lembut dan mudah tergores ketika mendengar candaan kita.

Kita tidak pernah tahu keseluruhan cerita manusia lain. Keseharian teman yang sering kita lihat barangkali hanya seujung kuku dari kompleksnya aktivitas hariannya senada dengan kerumitan jalan pikirannya. Jika diibaratkan sebuah garis, yang kita lihat dari orang lain bisa jadi hanya sepersepuluh atau bahkan lebih kecil dari itu.

Mari memahami bahwa pemikiran orang lain tidak selalu sama seperti kita, kamu, atau aku pun tidak harus sama, bukan? Harinya mungkin sudah berat. Hatinya mungkin berusaha tegar menuntaskan hari itu dan tak sabar segera melepas lelah di kamarnya. Harinya tidak sama dengan kita, denganmu, atau denganku. Tidak sama.

Kita hanya perlu sedikit memahami bahwa manusia tetaplah manusia. Selalu memiliki kekurangan bahkan ketika terlihat sempurna sekalipun. Tidak perlu menuntut seseorang untuk berubah, bisa-bisa ia akan pergi karena tidak tahan dengan segala tuntutanmu. Bisa-bisa ia tak pernah muncul lagi karena merasa tak pernah melakukan sesuatu dengan benar dan bisa jadi cara kita menasihatinya salah. Bisa jadi kita perlu banyak belajar tentang manusia dan bagaimana menasihati yang baik. Kecuali jika memang seseorang berbuat buruk maka sebagai manusia yang baik sudah sepatutnya kita membimbingnya supaya menjadi baik namun hasil akhir bukan kita yang menentukan

Sebelum menyakiti, mari kita bercermin ke hati kita sendiri. Sejauh mana kita ingin diperlakukan dengan baik oleh orang lain? Sejauh mana kita dapat menoleransi sikap orang lain yang melukai hati kita. Atau mungkin, tidak pernah memberi ruang bagi orang lain yang hendak menyakiti perasaan kita? Begitulah seharusnya kita memperlakukan orang lain. Jika kita tidak ingin dilukai oleh orang lain, apa mungkin ada manusia lain yang juga mau dilukai oleh manusia lain, oleh kita? Maka berhati-hati adalah salah satu usaha bagaimana kita berhati-hati dalam setiap ucapan ataupun tindakan.

Di balik sikap seseorang yang membuat kita kesal, ada ayahnya yang selalu memberikan yang terbaik untuknya dan tak mengizinkan seorangpun melukai hatinya. Sayangnya mungkin kita gemas tidak sabar memberinya “pelajaran”. Hei, bahkan orang terdekatnya tak pernah rela ia terluka. Siapa kita hingga merasa memiliki hak membuatnya terluka?


Ag_17

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum IPPS Kp. Garung Sabrang Kembali Lakukan Aksi Peduli Kemanusiaan

Tutup Dan Basmi Kegiatan Haram "Judi Online".

CONTOH AD/ART IPPS